BRMG 1878 hal. 153–154
Pada bulan Januari 1878 muncul utusan Singamangaraja yang menghasut orang agar membunuh para misionaris dan semua orang beragama Kristen. Ketika mau ditangkap oleh para raja yang sudah memeluk agama Kristen maka utusan itu melarikan diri. Sebagai akibat dari ini serta gelagat buruk lainnya maka pasukan 100 tentara yang telah siaga di Sibolga disuruh naik ke Silindung. Kontrolir [1] yang mendampingi pasukan tersebut diberi tugas untuk mengadakan perundingan damai yang tidak berhasil karena raja-raja di Silindung tidak mau sekali lagi bersumpah setia kepada pemerintah Belanda yang selama ini tidak pernah peduli dengan perjanjian-perjanjian yang dahulu dijalinnya. Raja-raja dari Toba, termasuk Singamangaraja, tidak datang kecuali salah seorang raja yang berpura-pura bersahabat namun kemudian ketahuan bermusuhan.
Maka pasukan maju sampai Bahal Batu, pos paling utara, lalu mendirikan benteng pertahanan di sana. Singamangaraja dan para raja dari Toba secara resmi mengumumkan perang terhadap Belanda. Penginjil Metzler menuruti nasihat Kontrolir untuk datang ke Silindung sementara penginjil Püse, Simoneit dan Staudte serta seluruh orang Batak yang Kristen bergabung dengan pasukan di benteng.
Pihak musuh menyerang dua kali masing-masing dengan sekitar 500–700 orang. Serangan kedua lebih kuat tetapi dua-duanya dapat ditangkis dengan mudah dan tanpa jatuhnya korban di pihak Belanda sementara di pihak musuh ada 20 orang yang cedera dan 2 yang mati.
Serangan yang lebih dahsyat diperkirakan akan dilangsungkan pada 2 Maret. Pasukan tambahan sebanyak 200 atau 300 tentara direncanakan berangkat 1 Maret dari Sibolga. Kalau pasukan di Bahal Batu dapat bertahan sampai pasukan tambahan tiba maka kemungkinan pihak musuh menang sangat tipis karena Belanda unggul dalam hal persenjataan dan disiplin. Kolonel Engel yang memimpin pasukan ini malah diberi tugas untuk melancarkan serangan bahkan sampai ke Danau Toba. Tampaknya jelas bahwa Silindung tidak lagi dapat dibiarkan tanpa pemerintahan. Selain itu perlu dipikirkan apakah bukan lebih baik bagi pemerintah Belanda untuk langsung saja menaklukkan seluruh Toba dan sekaligus menjaga agar orang Aceh yang beragama Islam jangan menguasai Toba dan mengislamkan ratusan ribu kafir Toba. Betapa orang Batak Kristen dapat diandalkan tampak jelas sekarang, sebagai orang Islam orang Batak takkan mungkin menjadi rakyat yang patuh pada Belanda.
Terjemahan: Uli Kozok