Pelajaran 7

Anak ni Surat 1

Anak ni Surat bila diterjemahkan secara harafiah adalah “anak aksara” yakni sebuah diakritik. Diakritik adalah tanda baca tambahan pada huruf atau aksara yang mengubah nilai fonetis huruf atau aksara tersebut. Oleh sebab itu sebuah diakritik tidak dapat dipisahkan olek aksara.

Sampai sekarang kita baru mempelajari satu anak ni surat yaitu tanda bunuh yang mematikan bunyi [a] yang “lengket” pada setiap aksara. Di samping tanda bunuh tersebut terdapat sejumlah anak ni surat lainnya.

Total jumlah anak aksara adalah enam (di Mandailing dan di Toba), tujuh (di Simalungun), dan delapan (di Karo dan di Pakpak). Alasan maka ada enam, tujuh, atau delapan anak aksara akan menjadi jelas bila kita perhatikan kata untuk ‘nasehat’ dalam kelima bahasa Batak:

Mandailing Toba Simalungun Pakpak Karo
poda poda podah pedah pedah
ᯇᯬᯑ ᯇᯬᯑ ᯈᯬᯑᯱ ᯇᯨᯑᯱ ᯇᯧᯑᯱ
[poda] [poda] [podah] [pədah] [pədah]

Kita dapat melihat bahwa tergantung pada bahasanya kata untuk ‘nasehat’ ada tiga bentuk, yakni pedah, podah, dan poda.

Para ahli bahasa menggolongkan bahasa Batak ke dalam dua kelompok:

  1. Kelompok Utara: Karo and Pakpak
  2. Kelompok Selatan: Simalungun, Toba and Mandailing

Apabila kita perhatikan kata ‘sedan’ dalam bahasa Indonesia maka huruf /e/ dapat mewakili dua bunyi yang berbeda: ‘mobil sedan’ dan ‘sedu-sedan’. Pada contoh pertama bunyi yang dihasilkan adalah [sedan] sedangkan pada contoh kedua [sədan]. Bunyi [e] kadang-kadang disebut e-taling dan [ə] disebut e-pepet.

Mandailing (M), Simalungun (S) dan Toba (T) hanya mengenal e-taling sementara Karo (K) dan Pakpak (P) memiliki e-taling maupun e-pepet.

Bagaimana bisa terjadi bahwa di Karo dan di Pakpak ada bunyi [ə] sementara di Simalungun, Mandailing dan Toba ada bunyi [o]? Untuk menjawabnya mari kita melihat dulu apakah memang ada pola bahwa [ə] pada bahasa Batak Utara berubah menjadi [o] pada kelompok Batak Selatan. Kita ambil dua bahasa yang dapat mewakili kelompok Selatan dan Kelompok Utara. Simak dulu contoh-contoh berikut, dan bubuhkan beberapa contoh lagi.

Karo Toba B. Indon.   Karo Toba B. Indon.
təlu tolu tiga   ənəm onom ənam
pərəh poro remas   bəsi bosi bəsi
mədəm modom tidur   gəluh golu hidup
gəgəh gogo kuat   kəsah hosa napas
             
             

Ternyata memang ada kecenderungan bahwa bunyi [ə] berubah menjadi [o] di Simalungun, Toba dan Mandailing.

Ada satu hal lagi yang dapat kita amati dari daftar di atas: bunyi [h] pada akhir suku kata luluh di Toba dan Mandailing, tetapi tetap ada di Simalungun.

Walaupun Simalungun tergolong kelompok selatan, bahasa Simalungun merupakan cabang yang berpisah dari cabang selatan sehingga bahasa Simalungun, walaupun lebih dekat ke Toba, masih memiliki banyak persamaan dengan bahasa Karo.

◌ᯰ /ng/

Dalam semua bahasa Batak nilai diakritik ini [ŋ] (ng).

Bentuk dan posisi anak ni surat ini terhadap ina ni surat sama di semua daerah Batak. Bila digabungkan dengan aksara /ba/ menjadi ᯆᯰ /bang/. Anak ni surat ini dapat digabungkan dengan anak ni surat lainnya yang berupa vokal menjadi ᯆᯪᯰ /bing/, ᯆᯬᯰ /bong/ dsb. Perhatikan bahwa tanda ini berubah posisinya (bergeser ke kanan) sehingga terletak di atas tanda vokal.

Nama anak ni surat ini Kəbincarən di Karo dan Pakpak, Haminsaran di Toba dan Simalungun, serta Amisara di Mandailing. Nama terakhir, Amisara, dekat dengan nama Sansekertanya, yakni अनुस्वार anusvāra.

Pada kebanyakan sistem tulisan di Asia Selatan dan Asia Tenggara anusvāra berbentuk sebuah titik yang diletakkan di atas aksara – sedangkan pada semua daerah Batak diakritik ini berbentuk garis pendek yang terletak di atas aksara.

Anak ni surat /-ng/ hanya digunakan pada akhir suku kata. Misalnya pada kata sangsang (diucapkan saksang). Sangsang adalah daging cincang babi yang dimasak di dalam darahnya sendiri. Sangsang terdiri dari dua suku kata, yaitu sang- dan sang-. Karena setiap suku kata berakhir dengan /ng/ maka tulisan menjadi ᯘᯰᯘᯰ sementara kata sanga ditulis dengan aksara /nga/ ᯘᯝ

Latihan ◌ᯰ

◌ᯱ /h/

Anak ni surat ini hanya ada di kelompok utara (Karo dan Pakpak), dan juga di Simalungun.

Anak ni surat ini sama posisi dengan Amisara. Bentuknya pun sama kecuali ini dua dan bukan satu garisa pendek. Namanya Hajoringan di Simalungun, Kəjəringən di Karo, dan Sikorjan di Pakpak.

Karena bahasa Toba dan bahasa Mandailing tidak mengenak bunyi -h pada akhir suku kata maka anak ni surat ini hanya ada di kelompok utara dan di Simalungun.

Bila digabung dengan /ba/ menjadi ᯆᯱ /bah/. Anak ni surat ini dapat pula digabung dengan anak ni surat lainnya yang bersifat vokal: ᯆᯪᯱ /bih/, ᯆᯬᯱ /boh/ dsb.

Di India diakritik ini dikenal dengan nama Sansekerta विसर्गः Visarga. Bentuknya menyerupai titik dua, yaitu dua titik, satu di atas yang lain. Letak Visarga selalu di sebelah kanan aksara. Bentuk dan letaknya tidak berubah sejak tulisan India yang paling tua (aksara Grantha) hingga aksara Kawi (Jawa Kuno, Sumatera Kuno) dan Surat Ulu di Bengkulu. Ketika tulisan Batak awalnya terbentuk bentuknya diubah dari dua titik menjadi dua garis horisontal, dan letaknya diubah dari kanan menjadi kanan atas.

Latihan ◌ᯱ

Latihan